IMPLEMENTASI SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PASCA AMANDEMEN UUD 1945
A. PENDAHULUAN
Dinamika politik Negara Indonesia sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai dengan sekarang telah mengalami beberapa kali perubahan dalam sistem ketatanegaraan terutama menyangkut perubahan lembaga-lembaga negara termasuk kedudukan, tugas, wewenang maupun fungsinya. Hal ini akibat dari adanya perubahan konstitusi yang diterapkan.

Pada periode pertama setelah Indonesia merdeka negara Indonesia menerapkan UUD 1945. Praktek-praktek kenegaraan pada periode ini, antara lain :
Kekuasaan ekskutif dijalankan oleh Presiden
Kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR yang harus bekerjasama dengan Presiden
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung
Kekuasaan eksaminatif dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Kekuasaan kosultatif dijalankan oleh Dewan Pertimbangan Agung
Periode selanjutnya pada tahun 1949 negara Indonesia menerapkan
Konstitusi RIS. Pada periode ini Indonesia menerapkan bentuk negara serikat yang menganut trias politica dengan pembagian kekuasaan yang dapat dilihat dari alat-alat perlengkapan federal RIS yang mencakup :
Presiden
Menteri-menteri
Senat
DPR
Mahkamah Agung Indonesia
Dewan Pengawas Keuangan
Pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan resmi RIS di ubarkan, kemudian dibentuklah Negara Kesatuan RI yang berbentuk kesatuan dan diberlakukan UUDS 1950. Alat-alat perlengkapan negara pada masa UUDS 1950 adalah :
Presiden dan Wakil Presiden
Menteri-menteri
DPR
Mahkamah Agung
Dewan Pengawas Keuangan
Tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya adalah kembali ke UUD 1945. Pada masa berlakunya kembali UUD 1945 terdapat beberapa periode yang diistilahkan dengan orde, yaitu orde lama dari tahun 1959 – 1966, orde baru tahun 1966 – 1997 dan orde reformasi tahun 1997 – sekarang. Lembaga negara yang terdapat pada masa ini adalah :
MPR (MPRS pada masa orde lama)
Presiden
DPR
BPK
MA
DPA
Melihat perjalanan sistem ketatanegaraan Indonesia yang begitu berliku, maka mengajarkan kepada bangsa Indonesia untuk menciptakan sistem yang ideal guna menuju pada tercapainya rule of law. Berdasarkan ketentuan UUD 1945 negara Indonesia adalah Negara hukum (Rechtsstaat).
Konsep Negara Hukum (Rechtsstaat), mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Penyelenggaraan negara berdasar Konstitusi.
Kekuasaan Kehakiman yang merdeka.
Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.
Kekuasaan yang dijalankan berdasarkan atas prinsip bahwa pemerintahan, tindakan dan kebijakannya harus berdasarkan ketentuan hukum (due process of law ).
B. DASAR PEMIKIRAN PERUBAHAN UUD 1945
Atas dasar pemikiran ingin memperbaiki sistem ketatanegaraan agar sesuai dengan prinsip Negara hukum, maka ada upaya untuk melakukan perubahan UUD 1945 dengan dasar pemikiran sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.
C. HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN RI
Sebagai landasan hukum dalam penyelenggaraan negara dimana negara Indonesia menganut sistem konstitusional, maka dibentuklah aturan-aturan perundang undangan mulai dari tingkat yang paling tinggi sampai dengan tingkat yang paling rendah. Berikut adalah hirarki peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia
1. Menurut TAP MPRS XX Tahun 1966:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU/PERPU
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan Menteri
7. Instruksi Menteri
2. Menurut TAP MPR III Tahun 2000:
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU
4. PERPU
5. PP
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah
3. Menurut UU No. 10 Tahun 2004:
1. UUD 1945
2. UU/PERPU
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
D. LEMBAGA NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN NEGARA SEBELUM AMANDEMEN UU 1945
Sistem penyelenggaraan kekuasaan negara sebelum amandemen mengacu pada UUD 1945. Berikut adalah deskripsi singkat bagaimana sistem penyelenggaraan kekuasaan negara dijalankan.
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
MPR
Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta
utusan golongan yang diangkat.
Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:
Presiden, sebagai presiden seumur hidup.
Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut turut.
Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak menduduki kursi di MPR.
PRESIDEN
Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR, meskipun kedudukannya tidak “neben” akan tetapi “untergeordnet”.
Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi (consentration of power and responsiblity upon the president).
Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power).
Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.
DPR
Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.
Memberikan persetujuan atas PERPU.
Memberikan persetujuan atas Anggaran.
Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.
MA
Sebagai pemegang kekuasaan yudikatif
DPA
Memberikan jawaban atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah
BPK
Memeriksa keuangan Negara dan memberitahukan kepada DPR
Di samping itu, UUD 1945 tidak banyak mengintrodusir lembaga-lembaga negara lain seperti DPA dan BPK dengan memberikan kewenangan yang sangat minim.
E. LEMBAGA NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN NEGARA SESUDAH AMANDEMEN UU 1945
Sejak digulirkannya reformasi yang dimulai tahun 1997 terjadi perubahan yang mendasar pada berbagai bidang termasuk lembaga-lembaga negara serta sistem penyelenggaraan kekuasaan negara, juga terdapat perubahan yang menyangkut susunan, tugas maupun wewenangnya yang diharapkan dengan perubahan tersebut dapat mengarah pada Indonesia baru yang lebih demokratis, lebih representatif sesuai dengan prinsip-prinsip rule of law sehingga cita-cita bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur dapat tercapai.
Berikut adalah deskripsi singkat tentang lembaga dan sistem penyelenggaraan kekuasaan negara pasca amandemen UUD 1945 :
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu dalam UUD 1945 hasil amandemen juga menetapkan pembentukan lembaga-lembaga negara lain yang fungsinya juga sangat signifikan yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Yudisial (KY).
Perubahan (Amandemen) UUD 1945:
Landasan pemikiran dilakukan amandemen berkaitan dengan sistem penyelenggaraan kekuasaan negara adalah :
Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.
Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti Hakim.
Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.
Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum.
Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.
Sebagai gambaran singkat tentang bagaimana penyelenggaraan kekuasaan negara, kami deskripsikan sebagai berikut :
MPR
Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
Menghilangkan supremasi kewenangannya.
Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).
Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
DPR
Posisi dan kewenangannya diperkuat.
Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.
Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
DPD
Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.
Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.
Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
BPK
Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
PRESIDEN
Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
MAHKAMAH AGUNG
Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.
Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
MAHKAMAH KONSTITUSI
Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).
Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD.
Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Sebagai bahan perbandingan lembaga-lembaga negara sebelum dan sesudah amandemen kami gambarkan bagan lembaga-lembaga negara tersebut yaitu sebagai berikut :
Lembaga-lembaga negara sebelum amandemen
Lembaga-lembaga negara pasca amandemen
F. KESIMPULAN
Dinamika politik Negara Indonesia terus berkembang sejak kemerdekaan sampai sekarang telah mengalami beberapa kali perubahan konstitusi yang membawa implikasi terhadap lembaga negara dan sistem penyelenggaraan negara
Negara Indonesia telah mengalami lima kali perubahan sistem penyelenggaraan kekuasaan negara berdasarkan perubahan konstitusi yaitu berlakunya UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS 1950, kembali ke UUD 1945, serta UUD 1945 yang telah diamandemen
Indonesia adalah Negara Hukum, yang mempunyai karektiristik :
a. Penyelenggaraan negara berdasar Konstitusi.
Kekuasaan Kehakiman yang merdeka.
Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.
Kekuasaan yang dijalankan berdasarkan atas prinsip bahwa pemerintahan, tindakan dan kebijakannya harus berdasarkan ketentuan hukum (due process of law ).
4. Dasar pemikiran perubahan UUD 1945 adalah
UUD 1945 membentuk kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR sehingga tidak ada chek and balance
UUD 1945 memberikan kekusaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan ekskutif (Presiden)
UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir
UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang
Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah
5. Tata urutan perundang undangan Indonesia mengalami perubahan sebagai berikut :
Menurut TAP MPRS XX Tahun 1966
Menurut TAP MPR III Tahun 2000
Menurut UU No. 10 Tahun 2004
6. Lembaga negara dan sistem penyelenggaraan kekuasaan negara sebelum perubahan UUD 1945 adalah Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
7. Lembaga negara dan sistem penyelenggaraan kekuasaan negara sesudah perubahan UUD 1945 adalah terdiri dari MPR, Presiden, DPR, DPD, MA, MK, KY, KPU yang kesemuanya disebut lembaga negara, jadi tidak ada lagi lembega tertingg atau lembaga tinggi negara.
8. Susunan, kedudukan, tugas dan wewenang lembaga negara ditetapkan dalam UUD 1945 mulai mandemen pertama sampai dengan ke empat.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto (2000), Dasar-dasar Ilmu Tata Negara untuk SMU kelas 3, Erlangga, Jakarta
Departemen Pendidikan Nasional (2004), Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Pendidikan Kewaganegaraan Kelas VIII
Abdulkarim Aim ( 2001), PPKn untuk SLTP Kelas II, Grafindo, Bandung
Departemen Pendidikan Nasional (1983), Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Pendidikan Moral Pancasila untuk SMTA Kelas 1
Sekretariat Jendral MPR RI (2007), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sekretariat Jendral MPR RI (2007), Materi Sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Jurnal Hukum (2007), Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen